Langsung ke konten utama

Unggulan

Kala Ombak Menyapu dan Bangunkan Mimpiku

Masih jelas dalam ingatanku tergambar peristiwa maha dahsyat yang memorak-porandakan Banda Aceh kala itu. Gempa bumi dan Tsunami yang melanda Tanah Rencong itu seakan menghukum dan mengingatkan setiap insan akan kuasa-Nya. Peristiwa tersebut menjadikan wajah Serambi Makkah murung dan dirundung kesedihan yang mendalam. Tangis dan teriakan seorang anak memanggil ibunya seakan mengoyak tabir-tabir kesunyian malam. Bangunan-bangunan yang berdiri kokoh pun lenyap dalam sekejap oleh gelombang besar tersebut. Banyak sekolah-sekolah yang hancur bahkan tak berwujud lagi bentuknya. Gambaran peristiwa tersebut telah tersimpan dalam memori kehidupan yang tak terlupakan.             Sering kita mendengar ungkapan bahwa pelangi pasti akan muncul setelah hujan bukan? Ya, bencana Tsunami memang telah mengakibatkan banyak kerusakan dalam berbagai aspek kehidupan. Namun berkat kejadian itu, saat ini berdiri 3 lokasi Sekolah Sukma Bangsa di Propinsi Aceh. Sekolah ini mengisi kebutuhan sarana pendidika

Kepemimpinan Kendhang dalam Karawitan Keraton Yogyakarta


 

            Gamelan merupakan sebuah alat musik yang berasal dari Jawa. Gamelan merupakan seperangkat alat musik yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Komponen utama penyusun dari gamelan ini adalah unsur logam, bambu dan kayu. Alat musik dari penyusun gamelan yaitu Kendang, Bonang Barung, Saron, Bonang Penerus, Slentem, Gambang, Jender, Gong, Ketug, Gong, Kempul, Kenong, Clempung, Suling, Siter, Bedug, Keprak dan Kepyak. Gamelan biasanya digunakan untuk memainkan musik gamelan yang disebut karawitan. Selain itu juga digunakan sebagai pengiring tari dan wayang. Pertunjukan gamelan atau disebut karawitan. Gamelan banyak dijumpai di seluruh pulau jawa, akan tetapi di dalam perkembangannya muncul beberapa perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya karena proses kebudayaan dari waktu ke waktu. Selain di Jawa, gamelan juga dapat ditemukan di Bali, Lombok dan Madura. Gamelan di Jawa diyakini merupakan gamelan tertua dan menjadi asal usul dari gemelan yang berada di daerah-daerah tersebut.

Ada beberapa macam jenis gamelan. Gamelan yang bekembang di Yogyakarta adalah gamelan Jawa. Yogyakarta khususnya memiliki karakteristik tersendiri terhadap jenis gamelannya. Ini berbeda dengan gamelan yang ada di Bali maupun yang berasal dari tanah Sunda. Berdasarkan karakteristiknya, Gamelan Jawa di Yogyakarta memiliki nada yang lebih lembut dan slow. Perbedaan itu merupakan hal bisa saja terjadi, karena di Jawa memiliki pandangan hidup tersendiri yang diungkapkan lewat irama musik gamelannya. Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelannya itu adalah keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam berbicara dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron, kendang dan gambang serta suara gong pada setiap mengakhiri irama (gendhing).

Pada beberapa kesempatan yang lalu ketika berkunjung ke Keraton Yogyakarta tepatnya di Bangsal Srimanganti. Ada sebuah pertunjukan karawitan dalam mengiringi tari. Hari-hari yang bisa dikunjungi untuk melihat pertunjukan adalah pada hari kamis sekitar pukul 10.00-12.00 WIB dengan menampilkan gamelan yang memainkan gendhing-gendhing karawitan. Serta sabtu dan minggu sebagai pengiring dari wayang dan tari.

Gamelan di keraton tersebut memiliki keistimewaan tersendiri dengan kemegahan warna keemasan serta beberapa ornamen unik seperti lambang keraton jogja dan naga-naga emas. Penabuh gamelan memakai pakaian adat surjan dengan kain batiknya serta blangkon yang dikenakan di kepala bagi laki-laki.

Kendhang di pertunjukan tersebut sangat menunjukkan kepemimpinannya. Banyak sekali variasi yang digunakan dengan beberapa kali mengatur tempo permainan. Ia seperti mengarahkan instrumen-instrumen lainnya mengikuti jalan permainannya. Gendhing yang dimainkan pun beragam. Seperti ada beberapa gendhing yang dimainkan tetapi tetap menjadi satu kesatuan yang pas. Ia mengawali gendhing dengan ketukan-ketukan yang pelan lalu mulai lebih cepat secara perlahan. Hingga sampai pada saat ketukannya makin cepat, tiba-tiba suara balungan yang lain menyahuti dengan pukulan nada yang lebih terasa. Setelah lama itu berjalan, ketukannya diperlambat kembali hingga menyisakan pukulan-pukulan kendhang yang siap melanjutkan ke gendhing selanjutnya.

Sayup-sayup mulai terdengar kembali pelan dan semakin lama menjadi semakin terdengar. Di bagian tengah lagu tersebut semuanya seperti tersentak dengan pukulan balungan yang tiba-tiba kembali dominan setelah pemain kendhang memukul beberapa kali bunyi kendhangnya dengan cepat. Lama-kelamaan temponya kembali turun dan pelan. Maksudnya disini mungkin untuk mengakhiri lagu (suwuk) sehingga ketukannya semakin lama menjadi semakin lambat dan diakhiri dengan bunyi gong.

Bonang disini terdengar sebagai pengisi suara utama mulai dari buka hingga kombinasi dengan balungan yang lainnya. Bonang seperti menuntun permainan instrumen yang lain disaat mengawali gendhing. Terdengar seperti saling mengisi terhadap keduanya. Permainan bonang yang bervarasi memperkaya suara gendhing yang dihasilkan. Bonang juga memainkan variasi penutup gendhing yang selaras disaat suwuk untuk mengakhiri gendhing.

Komentar