Langsung ke konten utama

Unggulan

Kala Ombak Menyapu dan Bangunkan Mimpiku

Masih jelas dalam ingatanku tergambar peristiwa maha dahsyat yang memorak-porandakan Banda Aceh kala itu. Gempa bumi dan Tsunami yang melanda Tanah Rencong itu seakan menghukum dan mengingatkan setiap insan akan kuasa-Nya. Peristiwa tersebut menjadikan wajah Serambi Makkah murung dan dirundung kesedihan yang mendalam. Tangis dan teriakan seorang anak memanggil ibunya seakan mengoyak tabir-tabir kesunyian malam. Bangunan-bangunan yang berdiri kokoh pun lenyap dalam sekejap oleh gelombang besar tersebut. Banyak sekolah-sekolah yang hancur bahkan tak berwujud lagi bentuknya. Gambaran peristiwa tersebut telah tersimpan dalam memori kehidupan yang tak terlupakan.             Sering kita mendengar ungkapan bahwa pelangi pasti akan muncul setelah hujan bukan? Ya, bencana Tsunami memang telah mengakibatkan banyak kerusakan dalam berbagai aspek kehidupan. Namun berkat kejadian itu, saat ini berdiri 3 lokasi Sekolah Sukma Bangsa di Propinsi Aceh. Sekolah ini mengisi kebutuhan sarana pendidika

Menyusuri Pelaku Ketenagakerjaan Desa Gapura, Kecamatan Watukumpul, Jawa Tengah


 

21 Januari 2012

Tiba di Semingkir. Dijemput coak ke Kecamatan Watukumpul. Serah-terima mahasiswa di Polsek Watukumpul. Menuju Ke Desa Gapura, Dusun Kededelan tempat penelitian. Mencari rumah Pak Sholihin Kepala Dusun Kededelan. Menyerahkan cinderamata berupa kalender ke keluarga Pak Sholihin. Siangnya melapor ke Lurah Desa Gapura. Share dengan Lurah mengenai mahasiswa-mahasiswa  yang pernah datang dan meneliti di Kecamatan Watukumpul khususnya Desa Gapura. Bertanya ke Pak Sholihin mengenai ketenagakerjaan di Dusun Kededelan. Pak Sholohin memaparkan beberapa profesi pekerjaan seperti; petani, pekerja rumah tangga, buruh dan lain-lain. Bagi petani, disetiap musim maka yang ditanam adalah padi, sedangkan musim terang (kemarau), yang ditanam adalah jagung. Bagi yang menjadi buruh, ada beberapa golongan buruh yang disebutkan yaitu; buruh tani, buruh bangunan, dan pembuat gibson. Yang unik dari cerita Pak Sholihin adalah pekerja rumah tangga. Para pekerja rumah tangga yang tidak dapat pekerjaan lagi di desanya khususnya Gapura, lebih memilih untuk merantau dan bekerja di kota-kota besar seperti Jakarta maupun Yogyakarta. Pak Sholihin juga menjelaskan tentang TKI. Alasan para warga sangat tidak berminat lagi untuk menjadi TKI dikarenakan kekerasan yang sering di negara-negara luar dan juga faktor perbedaan keuntungan yang didapat.

 

22 Januari 2012

Sekitar pukul 7.30, jalan-jalan mengitari Desa Gapura dari RT 6 hingga RT 5. Melintasi sawah-sawah, manuruni bukit hingga menyeberangi sungai kecil. Diperjalanan, salah satu warga di RT 5 memanggil dan mempersilahkan untuk masuk. Disana ada tiga orang bapak-bapak yang sedang berbincang-bincang sambil ditemani secangkir the dan beberapa cemilan. Bapak-bapak tersebut beranggapan bahwa kami adalah mahasiswa yang sedang Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa tersebut. Namun, setelah kami jelaskan bahwa ini hanyalah sebuah penelitian sederhana, merekapun akhirnya mengerti. Seorang bapak yang ada disana bercerita tentang hidupnya. Cerita yang dituturkan oleh bapak tersebut adalah mengenai tentang pekerjaannya yang terus berganti-ganti dan juga mengenai anak-anaknya yang bisa bersekolah. Berdasarkan cerita dari bapak tersebut, mayoritas penduduknya adalah lulusan Sekolah Dasar. Untuk jenjang selanjutnya SMP dan SMA, hanya tiga orang yang bisa melanjutkannya. Hal itu didasari oleh kurangnya keinginan anak-anak untuk bersekolah. Harapan dari bapak tersebut adalah agar anak-anak yang dapat menyelesaikan sekolahnya bisa menjadi contoh bagi anak-anak yang lain. Beliau menambahkan bahwa salah satu anaknya telah bekerja di Palembang sebagai pembantu rumah tangga. Namun saat ini anaknya sedang melanjutkan sekolah kembali, hal ini didorong oleh majikan anaknya sedang di Palembang untuk melanjutkan lagi sekolahnya. “Mayoritas penduduk disana berprofesi sebagai buruh, mulai dari buruh tani, pembuat batu-bata, pembantu rumah tangga, dan segala pekerjaan yang menggunakan tenaga,” jelas bapak itu. Setelah berbincang-bincang panjang lebar dengan bapak-bapak itu, kami pamit dan melanjutkan perjalanan. Di perjalanan pulang, kami bertemu kembali dengan salah seorang bapak yang baru saja kami temui di rumah tadi. Selama perjalanan, bapak itu bercerita tentang pekerjaan yang dulu pernah sebagai pembuat batu-bata hingga sebagai penjual tape. Di persimpangan jalan, kami berpisah dengan bapak itu. Kami pulang dan sarapan pagi. Sekitar pukul 11.00, kami berangkat ke rumah Kepala Dusun Gapura Utara bersama Pak Sholihin. Sesampainya disana, kami menemui teman-teman yang lain yang tinggal di rumah kepala dusun tersebut. Selain berbincang-bincang mengenai masalah bencana longsor yang sering terjadi, kami juga makan siang disana. Sepulangnya dari situ, kami melalui jalan memutar dari RT 1 dan mampir disalah-satu rumah kenalan Pak Sholihin. Disana kami disuguhkan lagi makan siang. Demi menghormati tuan rumah yang telah menyiapkannya kami ikut makan bersama. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan untuk pulang. Jalan pulang kali ini agak sedikit berbeda karena harus melewati jalan-jalan setapak, mendaki dan menuruni bukit, dan juga menyeberangi sungai kecil.

 

23 Januari 2012

Pagi hari sekitar pukul 9.00, Pak Sholihin menuturkan tentang ancaman longsor yang terjadi di Desa Gapura khususnya Dusun Kededelan yang kebetulan rumahnya juga ikut terkena dampaknya. Longsor tersebut terjadi dikarenakan struktur tanah yang membuat air hujan mudah meresap ke lapisan tanah, namun, membuat air membawa sisa-sisa atau sampah-sampah dari hutan yang mengakibatkan longsor. Beberapa lama kemudian, teman-teman penelitian datang dan berencana untuk ke Balai Desa. Disana banyak gambaran peta dan struktur desa. Namun sayangnya, daftar data dan statistik desa belum diisi lengkap. Karena hari libur, Balai Desa sedang kosong. Untuk itu kami berencana menuju ke rumah Ibu Lurah. Sebelum menuju rumah Lurah, terlebih dahulu kami mampir di sebuah telaga yang bernama Telaga Rengganis. Telaga yang cukup luas itu dikelilingi oleh pohon-pohon pinus. Telaga tersebut ternyata memiliki sebuah mitos. Bagi para pendatang dianjurkan untuk mandi di telaga tersebut walaupun hanya sekedar membasuh muka saja. Dari cerita Pak Sholohin, telaga tersebut bisa berubah warnanya menjadi merah sekitar 8 tahun sekali atau lebih. Dalam perjalanan menuju rumah Bu Lurah, kami menuruni jalanan setapak yang berbukit. Di rumah Bu Lurah, kami kembali menjelaskan maksud kedatangan kami untuk meneliti keadaan dan kehidupan masyarakat di desa, agar tidak dibanding-bandingkan denga para mahasiswa-mahasiwa KKN yang sering datang ke desa tersebut. Setelah menjelaskan maksud kami, kami pamit dan pulang ke dusun masing-masing. Sore ini hujan turun sehingga membuat listrik menjadi padam. Walaupun hujan sudah berhenti, listrik pun belum juga menyala. Malam pun tiba, pada suasana malam yang gelap gulita dan hanya diterangi oleh cahaya api dari lampu sentir, tiba-tiba datang seorang tamu dari tentangga Pak Sholihin. Ia bernama Mahmud, orang yang sedang mengabdi menjadi guru di sebuah SD yang terletak di Desa Gapura tersebut. Ia merupakan lulusan dari UNS. Pertemuan itu hanya sekedar untuk bercerita dan saling berbagi pengalaman. Tanpa terasa malam pun semakin larut dan listrik juga masuh saja padam.

 

24 Januari 2012

Pagi harinya,  kegiatan diawali dengan menyuci pakaian. Setelah itu menikmati kopi dan biskuit yang telah disediakan untuk menemani pagi kali ini. Ketika waktu beranjak siang, saatnya berangkat ke rumah Bu Widayah Ketua BPD yang bertugas mambangun daerah malalui pengembangan kemampuan masyarakat. Kunjungan tersebut dengan tujuan untuk menegaskan kembali maksud dari kedatangan kami ke desa ini. Pada hari sebelumnya, Bu Widayah meminta agar ada sebuah kenang-kenangan berupa resep-resep kuliner yang dapat dibagikan untuk warga-warga. Setelah mendengar alasan kami, Ibu tersebut dapat memakluminya walau mungkin timbul rasa kekecewaan yang tercermin diwajahnya. Sesuai dengan rencana, sore nanti rencananya akan mengunjungi rumah Bu lurah kembali. Namun kali ini dengan tujuan untuk mewawancarai beliau. Sambil menunggu jemuran kering, anak Pak Sholihin menyampaikan bahwa Bu Lurah sudah ada di rumahnya. Tanpa menunggu waktu sore, kami pun langsung menuju kesana setelah mangangkat semua jemuran. Sesampainya di rumah Bu Lurah, kami menunggu si Ibu yang sedang bersiap-siap untuk diwawancara. Bu Lurah bernama Muhirati. Rumahnya terletak di Dusun Kededelan RT 08 RW 2 Desa Gapura, Kecamatan Watukumpul. Hal pertama yang ingin ditanyakan yaitu mengenai klasifikasi pekerjaan yang ada di desa secara umum lalu dikhususkan hingga kepada buruh. Menurut Bu Lurah, pekerja-pekerja khususnya buruh banyak menjadi buruh tani atau buruh bangunan. Untuk buruh tani, pada musim hujan seperti ini adalah menanami padi. Tanaman yang telah ditanam sebelumnya yaitu jagung akan segera dipanen dan segera berganti denga padi. Selain itu juga ada penyadap pinus, namun pekerjaan ini mayoritas terdapat di Dusun Gapura Utara dan Dusun Leretan. Bagi wanita, pekerjaan yang sering dikerjakan adalah pembantu rumah tangga. Seperti halnya yang telah dikatakan Pak Sholihin, bila wanita-wanita tersebut tidak mendapatkan pekerjaan di desanya, maka mereka akan merantau ke Jakarta untuk menjadi pembantu rummah tangga. Hal yang sam juga terjadi pada pria. Pria-pria yang ke Jakarta biasanya mejadi buruh bangunan seperti pembuat gipson. Warga setempat ternyata lebih tertarik untuk bekerja ke Jakarta dari pada harus bekerja ke kota Pemalangnya sendiri. Dari penyampaian Bu Muhiratin, warganya memang lebih tertarik bekerja ke Jakarta atau kota-kota besar lainnya. Itu disebabkan oleh perasaan gengsi dari masing-masing warga bila bekerja di Pemalang. Sepulangnya dari rumah Bu Lurah, hujan pun turun. Untungnya hujan belum turun dengan deras sehingga masih memungkinkan untuk segera pulang. Malam kali ini sedikit berbeda, Pak Sholihin mengajak untuk mengikuti tahlilan di rumahnya Pak RT karena salah satu keluarga dari Pak RT baru saja meninggal. Jalanan yang licin, becek, dan gelap membuat saya tergelincir dan jatuh dari tangga bebatuan dekat rumah Pak Sholihin. Disana telah menunggu bapak-bapak untuk mengikuti tahlilan malam ini. Warga yang datang hanya sedikit dan tidak seperti apa yang saya bayangkan. Ternyata yang datang hanyalah yang telah diundang oleh Pak RT. Tadinya saya mengira rumah tersebut akan disesaki banyak orang. Ternyata yang datang hanya diwakili oleh perangkat desa, dan tetangga terdekat. Setelah acara selesai kami pamit dan pulang.

 

25 Januari 2012

Angin bertiup dengan kencangnya pada pagi ini. Seperti biasanya kopi dan makanan ringan telah tersedia di atas meja. Cuaca sepertinya sangat buruk. Gunung ditutupi kabut yang tebal dan angin kencang dari tadi belum juga berhenti. Rencananya kali ini adalah jalan-jalan hingga ke Dusun Leretan. Sebelum sampai ke Leretan, kami mampir di Balai Desa terlebih dahulu. Disana ada bapak-bapak yang sedang berkumpul dan berbincang-bincang. Sambil menunggu Pak Sholihin yang sedang mengikuti rapat komite di SD Negeri 2 Gapura, kami ikut berbincang-bincang dan saling bertanya dalam leramahan warga Desa Gapura. Saat Pak Sholihin tiba, kami berangkat menuju ke Leretan. Dalam perjalanan menuju Dusun Leretan, ternyata terdapat sebuah truk besar yang tejebak akibat jalanan yang rusak akibat pergerakan tanah. Perjalanan yang becek dan rusak seakan terobati dengan adanya pemandangan yang indah di kawasan pegunungan ke Leretan. Sesampainya disana kami menuju kepa Dusun Leretan. Selain dengan tujuan untuk berkeliling melihat-lihat keadaan setempat, tujuan lainnya juga adalah untuk berkumpul dengan teman-teman di Leretan. Ternyata mereka semua sedang berada di luar. Oleh karena itu, kami manunggu mereka di rumah mereka tempati. Beberapa lama kemudian mereka tiba. Disana kami saling berbagi mengenai hasil penelitian yang telah didapat. Setelah berbincang lama sambil menikmati makan siang, kami pamit untuk pulang. Jalan pulang kali ini sedikit berbeda. Jalan yang digunakan adalah jalan memotong dari Dusun Leretan ke Dusun Kededelan yang melewati jalan menuruni bukit, menyeberangi sungai, merayapi dan mendaki bukit, terakhir juga harus melewati jalanan berlumut dan becek. Dusun Kededelan ternyata juga disebut dengan Dusun Kerajan. Jalan tersebut ternyata melewati rumah Bu Lurah, dan untuk kesekian kalinya kami mampir disana. Kedatangan itu hanya sekedar istirahat untuk melepaskan lelah. Lalu kami melanjutkan jalan untuk pulang. Di perjalanan pulang, kami bertemu dengan koordianator TPL. Mereka sedang mengontrol dan mananyakan keadaan kami dan peserta lainnya. Selain itu kami juga menyampaikan beberapa hambatan yang kami hadapi selama ini. Setelah itu kami berlalu dan pulang. Sesampainya di rumah, saatnya menjemur kembali beberapa pakaian yang belum kering. Malam harinya Pak Sholihin kembali mengajak kami untuk mengikuti tahlilan. Seperti malam kemarin, disana telah ada bapak-bapak yang sedang menunggu tahlilan dimulai. Setelah tahlilan selesai, alangkah terkejutnya kami melihat tuan rumah menghidangkan jamuan makan malam. Sebagai tamu undangan kami pun ikut makan bersama walaupun sebelumnya kami baru saja makan malam di rumah Pak Sholihin. Selanjutnya kami pamit dan pulang kembali.

 

 

26 Januari 2012

Tinggal di dataran tinggi ternyata sering membuat bdan menjadi pegal dan kaki keram. Pagi itu Pak Eko selaku anggota tim TAGANA untuk Desa Gapura datang. TAGANA merupakan singkatan dari Taruna Siaga Bencana. Sesuai dengan kepanjangannya tim ini bertugas sebagai pihak penanggulangan bencana. Selain itu kedatangan Pak Eko juga dengan maksud menunjukkan profil desa dari tahun 2004 hingga 2006. Sedangkan untuk profil desa terbaru tahun 2010tidak sempat diambilkandari dari Balai Desa. Pak Eko merupakan salah satu perangkat desa yang menjabat sebagai sekretaris desa disamping bertugas sebagai anggota tim TAGANA. Setelah lama berbincang-bincang, Pak Eko pun pamit untuk menuju ke Balai Desa bersama Pak Sholihin. Siang hari setelah makan siang, kami berkeliling dari Dusun Kededelan, Leretan, hingga pertigaan Dusun Belik Desa Bodas. Di perjalanan tiba-tiba hujan turun. Kami berteduh di pos ronda pertigaan Dusun Kededelan. Saat hujan mulai reda, kami menyempatkan diri untuk mampir di Telaga Rengganis terlebih dahulu. Di telaga terdapat warga yang sedang memancing sambil berteduh di salah satu fasilitas yang terdapat di sekeliling telaga. Cuaca dingin ditambah angin yang bertiup dan diselimuti kabut manambah indahnya telaga siang itu. Tak lupa pula kami mengabadikan keindahan telaga kali ini. Dari telaga kami melanjutkan perjalanan. Sambil melihat-lihat keadaan warga setempat, saya tertarik untuk melihat beberapa orang yang sedang bekerja sebagai buruh bangunan di salah satu rumah. Seorang bapak sedang mangasuk semen dan di sudut yang lain ada pula yang sedang memotong kusen pintu. Upah yang didapat tiap harinya berkisar Rp 25.000,-an. Tiba-tiba pemilik rumah datang dan mempersilahkan kami masuk. Bapak itu bernama Sujadi. Pak Sujadi ternyata adalah mantan Lurah tahun 1994-2002. Beliau bercerita banyak tentang keadaan Desa Gapura pada masa ia menjabat mulai dari pembangunan, daerah, masyarakat, tenaga kerja & transportasi. Setelah turun dari jabatannya, beliau sementara menjadi buruh tani. Dari buruh tani beliau kemudian menjadi kontraktor kayu gelondongan. Untuk pemilihan buruh kayu gelondongan biasanya menggunakan jasa dari buruh yang sudah terbiasa dan terampil untuk melakukannya. Pohon yang ditebang adalah kayu dari pohon-pohon pinus. Hal itu dikarenakan hutan di desa ini kebanyakan ditumbuhi oleh pohon-pohon pinus. Penebangan itu sudah mendapat perizinan dari dinas setempat. Izin penebangan yang diberikan berawal dari bulan April hingga akhir tahun bulan Desember. Dari rumah Pak Sujadi kami melanjutkan perjalanan. Ternyata jalannya merupakan jalanan mendaki, sehingga kami harus berhati-hati saat berjalan agar tidak tergelincir dan jatuh. Ketika sampai diketinggian sekitar ladang jagung yang berada di atas Dusun Leretan, alangkah menakjubkan melihat pemandangan yang indah di atas sana. Angin yang bertiup membuat suasana semakin menjadi rasa bahagia dalam memandangi keindahan pegunungan. Kami berjalan terus hingga ke perbatasan Desa Gapura. Di pinggir-pinggir jalan terhampar ladang jagung yang sedang ditumbuhi jagung dan sepertinya sudah siap untuk dipanen. Dikarenakan sekarang sudah masuk musim penghjan, setelah panen kemungkinan ladang-ladang itu akan beralih untuk menanami padi. Perjalanan kali ini berakhir di pertigaan menuju ke Belik. Dari sana kami kembali pulang melalui jalan yang sama. Di perjalanan pulang, kami berpapasan dengan Pak RT yang akan menuju ke Majalangu. Sebelum tiba di pertigaan Leretan,  sebuah coak yang sedang berusaha menanjaki jalan tersebut. Berulang kali coak itu mundur kembali. Namun akhirnya bisa dilalui juga. Di bawah rintik hujan dalam menyusuri jalan pulang, di depan terdapat pos ronda yang terletak tepat di tikungan jalanan menurun. Bapak-bapak dan remaja putra-putri kelihatannya sedang menghabiskan waktu untuk bersantai menikmati sore. Melewati pos ronda kami juga menemui bapak-bapak yang sedang menutupi lubang di tengah jalan. Hujan pun mulai deras, kami mengencangkan langkah untuk segera pulang. Malam pun datang, seperti malam-malam sebelumnya kali ini pun kami mengikuti tahlilan di rumah Pak RT kembali. Layaknya malam sebeelumnya, bapak-bapak telah hadir duluan menunggu dimulainya tahlilan. Dari beberapa malam selama ini, sebagian besar warga mungkin khususnya di Dusun Kededelan suka menonton Serial Televisi “Tutur Tinular” yang biasa tayang di saluran TV Indosiar. Tontonan itu seperti telah terjadwal dan menjadi kewajiban disetiap malam. Tontonan itu juga berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari seperti menjuluki seseorang dengan salah satu tokoh dari serial tersebut. Saat iklan  kamu pun pulang. Sekitar pukul 22.00 malam, hujan tiba-tiba turun. Pak RT yang tadi baru saja terpaksa bergegas pulang. Malam pun semakin larut dan kopi telah tersedia menemani malam ini. Walaupun kopi telah diminum, namun tidak mengubah hasrat saya untuk segera tidur. Waktu tidur tiba dan bersiap untuk hari esok dengan rencana-rencana yang lain.

 

27 Januari 2012

Pagi ini rencananya adalah mengikuti kegiatan Bu Siti Aryah istri dari Pak Sholihin pergi ke sawah. Dikarenakan hujan tiba-tiba saja turun, kepergian pun ditunda. Setelah sarapan pagi, rencana yang tadi direncanakan juga berubah. Bu Siti menyarankan untuk amembatalakan rencana kami hari ini ikut ke sawah dan menggantinya dengan hari esok. Itu disebabkan juga Pak Sholihin yang ingin menemani pada keesokan harinya. Alasannya yang lain juga karena hari ini merupakan hari Jumat. Waktu hari ini begitu singkat untuk bepergian ke sawah yang jaraknya agak jauh dari rumah. Sekitar pukul 11.00, kami pergi mengikuti Shalat Jumat bersama dengan Pak Sholihin. Masjid tempat dilaksanakan shalat jumat agak sedikit jauh, oleh karena itu kepergiannya harus dipercepat. Setelah melaksanakan shalat jumat, kami kembali pulang bersama rombongan lainnya. Dipertengahan jalan, kami bertemu denga Bu Lurah yang sedang berada disekitar rumahnya. Setelah saling menyapa kami langsung berlalu pulang. Pak Sholihin mananyakan rencana apa yang akan dilakukan siang ini. Pada awalnya saya ingin mencari perantau-perantau yang saat ini sedang berada di rumahnya. Namun, hingga sore menjelang tak ada satu orang pun yang datang. Untuk menghabiskan waktu sore, kami keluar untuk berjalan-jalan. Dengan menyusuri jalan setapak kami berhenti di ladang yang luas. Semua letih hilang saat melihat pemandangan yang indah itu. Ladang jagung yang berterasering di bukit-bukit, pegunungan yang indah ditutpi kabut, udara yang sejuk dan terbentang sawah yang luas di bawahnya membuat tempat tersebut sangant indah. Ketika asyik menikmati keindahan tempat tersebut, terlihat ada seorang bapak yang sedang mengambil jagung dari salah satu ladang disana. Bapak tersebut adalah pemilik dari ladang jagung yang sedang mengambil hasil dari ladangnya. Jagung itu diambil untuk dibawa pulang dan dikonsumsi sendiri. Bila saatnya panen, para buruh tani yang dipekerjakan yang akan mengerjakannya. Setelah cukup mendapatkan jagung yang dibuthkan, beliau pergi pamit dan pulang. Perjalanan berlanjut dengan menuruni tingkat ladang berterasering. Lalu mengikuti jalan setapak di sekeliling terasering. Akhirnya kami sampai di tingkat terbawah terasering tersebut. Di bawahnya terhampar sawah-sawah yang hijau. Ada pula sebagian sawah yang baru saja dibajak dan dikeringkan. Waktu sudah sangat sore, saatnya untuk pulang. Malam pun tiba, seperti biasa kami mengikuti tahlilan bersa Pak Sholihin. Tak terlupakan juga setelah tahlilan selesai TTv pun menyala dan langsung ke channel Indosiar untuk menonton serial spesial bagi keluarga desa ini “Tutur Tinular”. Kami pulang saat serial sedang jeda iklan. Pak sholihin beserta keluarga kembali melanjutkan tontonan itu, sedangkan kami beranjak tidur untuk menyiapkan tenaga keesokan harinya.

 

28 Januari 2012

Sesuai dengan rencana pagi ini dipastikan kami ikut ke sawah. Sarapan pagi pun dipercepat kali ini. Pak Sholihin dan Pak RT juga ikut melengkapi rombongan. Perjalanan dimulai dengan melewati rumah-rumah warga yang berada di RT 6 Kededelan dan ladang jagung yang kemarin kami kunjungi. Jalan yang dilewati adalah melewati jalan-jalanan setapak diantara ladang dan sawah yang menuruni perbukitan. Sawah yang dituju berasa agak jau dari Dusun Kededelan. Kami harus melewati beberapa ladang,  sawah dan kebun-kebun. Selain itu kami juga harus memanjat bukit yang agak curam. Cuaca hari ini sangatlah cerah sehingga jalanan tidak terlalu becek dan licin. Sebelum mendai sebuah buki yang di tanami oleh jagung, kami harus menyeberangisebuah sungai terlebih dahulu. Setelah melewati ladang jagung, kami menuruni lagi bukit tersebut yang sedikit agak curam. Sambil menuruni jalanan setapak di bukit itu, perasaan sedikit terhibur dengan adanya air terjun yang sangat indah. Menurut keterangan Pak RT, air terjun itu mengalir hingga ke sungai yang berada di depan nanti. Artinya kami masih harus menyeberangi sungai kembali. Dengan terpaksa alas kaki harus dilepas karena harus menyusuri pinggiran sawah yang becek. Akhirnya pengorbanan itu terbayar ketika melihat sungai yang sangat indah diantara batu-batuan yang besar dan dikelilingi tumbuhan yang hijau. Air yang mengalir juga bersih dan jernih. Tempat itu mempunyai pemandangan yang indah dan sering digunakan sebagai tempat persinggahan oleh orang-orang yang melaluinya untuk beristirahat. Perjalanan berlanjut dengan mendaki terasering sawah dan menuju ke gubuk yang berada di tingkat atas terasering. Disana telah menunggu istri Pak Sholihin, Bu Siti yang sampai lebih dulu. Rasa lelah menghinggap ketika sampai di gubuk. Keringat yang keluar pun tak berhenti dan terus mengalir. Pak RT kemudian membawakan buah kedondong yang baru saja dipetik dari kebun. Beliau dan Pak Sholihin lalu menuju ke hutan untuk mengambil papan yang terletak di bawah bukit. Bu Siti pun langsung menuju sawah untuk bekerja. Sambil bekerja Bu Siti bercerita banyak mengenai kegiatan ke sawahnya. Setiap ke sawah,  beliau harus melewati sawah dan ladang, mendaki bukit dan menyberangi dua sungai. Bila tiba-tiba hujan turun, Ibu akan langsun bersegera pulang karena takut jika air sungai meninggi sehingga beliau tidak bisa pulang ke rumah. Ketakutan bertambah disebabkan si Ibu harus berangkat sendiri ke sawah disaat si Bapak tidak bisa ikut. Sambil mencabuti rumput-rumput, Bu Siti juga menceritakan mengenai proses dan hasil dari sawahnya. Pada awal memulai bertani, tempat membeli bibit sangatlah jauh dari desa. Setelah panen, bibit juga disisihkan dan disimpan untuk datang. Bila memang sangatlah membutuhkan uang, maka akan di jual setengahnya. Beberapa lama kemudian, Pak Sholihin dan Pak RT tiba dengan membawa papan dan kayu dari hutan. Kami pun kembali ke gubuk dan bergabung dengan mereka. Selagi beristirahat, Bu Siti bercerita tentang pengalamannya merantau ke Jakarta. Bu Siti ternyata baru beberapa bulan kembali kesini. Beliau dihubungi untuk pulang karena tidak lama lagi akan masuk musim tanam. Oleh karena itu, Bu Siti pulang untuk mengurusi sawah. Pekerjaannya selama merantau ke Jakarta adalah sebagai pembantu rumah tangga. Alasan merantauselain untuk bekerja disana adalah sebagaipelarian diri bila terjadi masalah intern dengan suaminya. “Pak Sholihin yang ditinggal oleh istrinya tidak serta-merta langsung mencari istri lain,” kata Bu Siti. Namun, Beliau masih berhasrat untuk kembali merantau dalam beberapa waktu ke depan. Pak RT kemudian datang dan juga bercerita mengenai masa-masa mudanya. Ketika berumur 17 tahun, beliau merantau ke Jakarta. Pada awal-awal perantauannya, beliau bekerja sebagai tukang kayu. Namun, karena merasa tidak mampu terus mengerjakannya, ia pun berhenti dan mencari pekerjaan yang lain. Pekerjaan selanjutnya adalah sebagai penjual alat-alat elektronik. Beliau membuka sebuah toko di pasar loak dekat Kwitang. Disanalah awal Pak RT mengadu nasib di kota besar. Pada saat musim mudik tiba, banyak perantau-perantau yang pulang meramaikan desa dengan membawa hasil jerih payah mereka setelah lama di perantauan. Ada yang membawa alat-alat elektronik seperti, TV, soundsystem, tape, dan lain sebagainya. Namunyang kebanyakan dibawa adalah sepeda motor dan sekaligus digunakan sebagai sarana transportasi untuk mudik. Pak RT sendiri, sebelum membawa pulang sepeda motor dari Jakarta, beliau pernah membawa 3 unit TV yang dibawa dengan menggunakan bus lintas provinsi. Setelah “menaklukkan” Jakarta, ia kembali mengadu nasib di Bandung. Di kota yang sejuk itu Pak RT bekerja sebagai penjual mainan anak-anak. Jenis mainan yang dijual adalah mainan-mainan dari kerajinan tangan berbahankan bambu. Mwalaupun sederhana, mainan ini ternyata menarik perhatian anak-anak disana. Dari Bandung akhirnya beliau kembali pulang ke desanya. Meskipun merantau sudah tidak menjadi prioritas utamanya, namun setiap sebulan sekali Pak RT akan pergi ke Jakarta di wilayah Senen untuk menemui adiknya yang menjadi pedagang handphone dan suku cadangnya dirantauan. Kemungkinan Pak RT akan berangkat bersama dengan Pak Sholihin yang akan menemui anaknya di Jakarta. Kepergian Pak Sholihin kesana adalah dengan maksud menolong anaknya yang mengalami masalah dirantauan. Anaknya menghilangkan sepeda motor yang dipinjam dari bosnya untuk berlibur. Malangnya, motor yang hilang harus segera membayar ganti-ruginy. Hal ini telah membuat pak Sholihin dan sekeluarga pusing untuk memikirkan cara membayarnya. Berarti mereka membutuhkan uang yang banyak berkisar 8 jutaan untuk membayar ganti-ruginya. Sedangkan untuk menjual sawah, antara penjual dan pembeli susah sekali untuk menentukan kesepakatan harga. Ditambah lagi dengan penghasilan warga desa yang terbatas, agak sulit ternyata menjual tanah dengan harga tinggi. Bila berhasil menjual sawah tersebut, selain untuk menyelesaikan masalah anaknya, Pak Sholihin juga berharap agar bisa membeli sawah yang berdekatan dengan rumahnya. Semakin lama orang akan semakin tua, sebagai investasi jangka panjang Pak Sholihin berharap keinginannya dapat terkabul. Matahari hampir sejajar di atas kepala, artinya kami harus kembali pulang. Sambil membawa seikat papan, Pak RT jalan duluan. Setelah mengemasi semua perlengkapan kami pun pulang bersama Pak Sholihin. Karena sulitnya jalan pulang, membuat saya jatuh bangun untuk menuruni jalan berbukit itu. Sesaat sebelum tiba di sungai yang pertama, jalanan yang licin membuat saya terperosok dan hampir tercebur ke dalam sungai. Untungnya hal itu tidak terjadi dan kembali melanjutkan perjalanan. Kami lagi-lagi harus melewati jalanan berbukit, melintasi  sawah, dan menyeberangi sungai. Bila telah melewati sungai yang kedua, tantangan berikutnya muncul yaitu, memanjat bukit. Baru di pertengahan bukit, rasanya seperti ingin muntah dan kepala pun mejadi pusing. Seakan tak sampai-sampai, saya pun mempercepat pendakian dengan maksud agar lekas sampai ke jalanan yang lebir rata. Akhirnya sampai juga ke permukaan yang lebih rata itu. Nafas mulai tak beraturan,  jantung berdegup dengan kencang seakan tak sanggup lagi melanjutkan perjalanan. Semakin lama langkah semakin cepat berharap untuk segera sampai ke rumah secepatnya. Pak RT yang tadi jalan duluan ternya telah menunggu. Di tempat itu kami melepaskan lelah sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Pak RT menyarankan untuk memetik daun-daunan besar untuk mengibaskan ke tubuh agar tidak digigit oleh nyamuk. Sejak tadi nyamuk-nyamuk itu ternyata telah menggigiti. Istirahat selesai dan perjalanan pun dilanjutkan. Akhirnya tiba juga di rumah. Yang pertama dicari tentunya adalah minum. Kami duduk di depan rumah sambil mengeringkan keringat. Setelah mandi dan makan siang, sekarang adalah waktunya untuk istirahat di bangku panjang ruang tamu. Waktu mulai sore, tiba-tiba hujan turun dengan deras sehingga membuat listrik padam. Malam ini Pak RT langsung yang menjemput kami mengikuti tahlilan. Sebelum tahlilan dimulai, akhirnya listrik telah menyala. Tidak seperti malam-malam sebelumnya, serial keluarga Tutur Tinular berubah menjadi pertandingan sepak bola FA Cup antara Liverpool melawan Manchester United. Hal itu terjadi saat Pak RT yang salah memilih  channel TV. Pertandingan pun dimenangkan oleh Liverpool dengan skor 2-1 yang dicetak oleh Agger dibabak pertama dan Kuyt dimenit-menit akhir babak kedua sebelum disamakan terlebih dahulu oleh Ji Sung Park menjelang akhir babak pertama. Acara pun selesai dan kami beranjak pulang.

 

29 Januari 2012

Setelah mencicipi biskuit dan segelas kopi, pagi pun dimulai. Rencana hari ini adalah mencuci pakaian. Sebelum pekerjaan dimulai, kami menikmati sarapan pagi terlebih dahulu. Kebetulan cucian kali ini agak sedikit banyak sehingga membutuhkan waktu tidak sebentar. Mencuci pun selesai dan waktunya istirahat sebentar. Sebelum jam makan siang, telah disediakan rujak kedondong untuk disantap. Kami menghabiskannya sambil bercerita. Rencananya hari ini kami akan pergi ke rumah Mas Mahmud, alumni mahasiswa UNS yang mengabdi di SD Desa Gapura. Karena pakaian masih dijemur, kepergiannya ditunda hingga nanti sore. Sambil menunggu sore kami mendengarkan radio yang dinyalakan oleh tuan rumah. Siaran yang sedang mengudara siang itu adalah ATM (Alunan Tembang Malaysia). Sambil menyelingi putaran lagu-lagu yang telah dipilihkan, ia memberikan beberapa tips-tips bagi pendengar. Tips yang disampaikan hari itu adalah tips untuk mendapatkan pacar. Kami pun mendengarkan sambil tertawa ringan. Sang penyiar seperti sangat menjamin bahwa tipsnya itu sangat ampuh untuk menaklukkan target yang ingin didekati. Dengan nada-nada yang penuh percaya dia ia menutup tips hari ini. Langit mulai mendung, mungkin sebaiknya semua jemuran diangkat sekarang. Ketika sore menjelang, kami berangkat ke rumahnya Mas Mahmud. Di pertengahan jalan ternyata Mas Mahmud juga berencana menemui kami. Di rumahnya, kami bercerita banyak hal mengenai desa, pendidikan dan lain sebagainya. Disana juga ada orang tua dari Mas Mahmud, Pak Toyo. Pak Toyo juga banyak bercerita tentang masa lalu, juga cerita-cerita mengenai keluh-kesahnya sebagai warga selama ini. Hujan turun, listrik tiba-tiba padam. Cerita pun dilanjutkan kembali setelah makan malam. Lilin berganti, listrik belum juga menyala. Malam ini akhirnya kami menginap disana setelah pamitan dengan Bu Siti yang kebetulan ingin menjemput pulang. Namun kami menetap di rumahnya Mas Mahmud malam ini.

 

30 Januari 2012

Pagi ini dimulai dengan menonton pertandingan sepak bola antara Malaga melawan Sevilla pada lanjutan laga Liga Spanyol yang berakhir dengan skor 2-1 untuk kemenangan Malaga. Sambil meminum the hangat acara dilanjutkan dengan berita olahraga. Langit mulai terang Mas Mahmud pun bersiap-siap untuk berangkat mengajar. Setelah sarapan pagi kami pamit pulang. Tiba di rumah Pak Sholihin sekitar jam 8 pagi. Seperti biasa disediakan kopi dan biskuit untuk menemani pagi kembali. Sarapan pagi pun telah tersedia. Setelah sarapan rencananya adalah berkeliling mengitari Gapura Utara hingga ke Leretan. Kami mengabari teman-teman di duan dusun lainnya terlebih dahulu sebelum merencanakan kepergian. Namun karena terkendala dengan sinyal, tidak ada konfirmasi dari mereka. Siangnya kabar pun datang dari mereka. Suhu yang panas mengurungkan niat kami untuk pergi dan menundanya hingga nanti sore. Sore pun tiba, namun cuaca kembali tidak mengizinkan kami keluar sore ini. Hujan lebat turun dari siang hingga sore ini.  Lama menunggu, hujan juga tak kunjung reda. Akhirnya rencana pun batal hari ini. Untungnya listrik yang tadinya padam sekarang telah menyala. Tiba-tiba listrik padam kembali. Kelamaan menunggu listrik menyala membuat kami memutuskan untuk segera tidur.

 

31 Januari 2012

Pagi ini tersedia singkong goreng untuk disantap bersama dengan segelas kopi dan biskuit. Hari ini rencananya adalah menuju ke Telaga Rengganis. Setelah mandi kami berangkat kesana. Karena tidak ada orang di rumah kami pamit kepada si Mbah, ibu dari Pak Sholihin. Pak Sholihin pernah mengatakan bahwa ada jalan lain untuk menuju ke telaga. Kami ingin mencoba melalui jalan tersebut. Jalanan setapak tesebut melewati hutan dan kebun-kebun warga. Di tengah kebun kami menemui seorang bapak yang sedang membelah kayu. Di ujung jalan telaga juga ada seorang pemuda yang sedang memetik buah di salah satu kebun pinggir telaga. Kami menyusuri pinggir telaga yang belum kami lewati sebelumnya. Terdengar dari aranh hutan adaa suara seperti mengetok- ngetok. Kami mendekati arah suara itu. Tenyata suara tersebut berasal dari seorang bapak yang sedang menyadap pinus. Pohon demi pohon bergantian beliau arahkan sebuah cangkul kecil ke pohon pinus tersebut. Lalu tempurung kelapa dilekatkan di bawah pohon yang telah disadap. Setelah melihat-lihat pekerjaan bapak tersebut, kami kemudian terus mendaki bukit yang ditumbuhi pohon pinus itu. Di puncak bukit terhampar pemandangan yang indah. Suara air terjun membuat suasasna menjadi sejuk.  Disana juga terdapat ladang jagung. Setelah menikmati keindahan puncak bukit, kami turun kembali ke telaga. Di kaki bukit, seorang ibu bersama anak perempuannya sedang mengambil sesuatu di kebun sekitar telaga. Seperti biasa, di telaga telah datang pemuda-pemuda yang sedang memancing, dan ada pula yang sedang pacaran disalah satu sudut telaga. Kami beristirahat di salah satu pinggir telaga sambil menikmati keindahannya. Gerimis mulai turun, kami pun bersegera pulang. Sore hari, Pak Sholihin mengajak kami mengikuti maulidan nanti malam. Ba’da Isya kami berangkat ke acara yang bertempat di Dusun Gapura Utara. Tiba-tiba Mas Mahmud datang untuk mengajak kami berangkat bersama ke acara tersebut. Namun, kami telah sepakat untuk berangkat bersama Pak Sholihin. Disana juga telah berkumpul teman-teman TPL yang lainnya. Acara pembukaan diawali dengan pembacaan Al-Quran. Acara utamanya malam itu adalah ceramah yang dituturkan dengan gaya ceramah khas setempat. Acara ditutup dengan dangdutan. Sambil menikmati hidangan, pertunjukan pun dimulai. Malam semakin larut, kami pun pulang duluan bersama Pak Sholihin juga Pak RT.

 

1 Februari 2012

Seperti biasa pagi ini kopi dan biskuit telah tersedia. Hari ini rencananya adalah menyerahkan foto-foto kegiatan ke Leretan. Siangnya kami berangkat kesana setelah makan siang. Dileretan kami juga ditawari makan siang lagi. Hujan tiba-tiba turun sehingga membuat kami tertahan di Leretan. Sorenya hujan mulai reda, kami pun pamit dan bergegas pulang. Gerimis turun lagi, berharap agar bisa segera sampai sebelum hujan turun. Hujan tak tertahankan lagi, kami pun kehujanan. Untungnya di depan ada sebuah pos ronda dan kami berteduh  disana. Andai saja ada salah satu tuan rumah yang mempersilahkan masuk saat hujan-hujan begini. Tiba-tiba terdengar suara dari belakang yang menyuruh kami masuk ke rumahnya. Andai-andai itu akhirnya menjadi nyata. Seorang bapak yang seperti familiar mempersilahkan kami masuk. Pos ronda yang kami singgahi itu ternyatabekas warung dari bapak itu. Kami masuk dan disuguhkan teh panas dan cemilan oleh anak perempuannya. Sambil menunggu hujan reda kami saling bercerita. Bapak tersebut merupakan salah satu perangkat desa, beliau bernama Sugiono yang terpampang di sudut pintu rumahnya. Hujan mulai reda, kami pamit pulang agar hujan tidak turun kembali. Rencana malam ini sebenarnya mengunjungi rumah Bu Lurah, namun batal karena hujan belum juga berhenti.

 

2 Februari 2012

Hari ini kami bersiap-siap pulang kembali ke Yogyakarta. Pagi itu setelah sarapan kami pamitan denga keluarga Pak Sholihin sambil berfoto terlebih dahulu di depan rumahnya. Pamitan selesai,  kami pun berangkat ke rumah Bu lurah bersama dengan Pak Sholihin yang ingi mengantar. Kami berkumpul terlebih dulu disana sebelum nanti dijemput dengan coak.sekian lama menunggu, coaknya belum juga datang. Ternyata coak yang akan kami tumpangi terjebak macet. Akhirnya suami Bu Lurah bersedia mengantar. Sebelum berangkat, kembali kami mengabadikan seluruh orang-orang yang telah menerima dan menolong kami dalam TPL ini. Kami pun berangkat. Coak yang tadi macet ternyata telah sampai di pertigaan menuju ke Desa Bodas. Kami turun dan naik ke atas coak. Coak akan menjemput teman-teman yang berada di Bodas terlebih dahulu sebelum berangkat ke Kecamatan Watukumpul untuk mengikuti acara penutupan TPL kali ini. Setelah acara berakhir, kembali kami menumpangi coak dan berangkat ke Semingkir. Di Semingkir kami menunggu bus yang akan menjemput pulang. Namun bus tak kunjung datang. Saat hujan mulai turun, bus akhirnya datang ketika waktu mulai beranjak sore. Kami pun pulang kembali ke Yogyakarta.

Komentar